Jumat, 21 Januari 2011

Laporan Peraktikum Alat Penangkapan Ikan


BAB I
 PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang
Menurut Panduan Kegiatan Terbaik mengenai Standar Inti bagi Pengumpulan, Penangkapan dan Penyimpanan Ikan tahun 2001, pengelolaan perikanan adalah suatu proses terpadu yang mencakup setiap aspek penangkapan ikan. Proses tersebut meliput kegiatan yang berawal dari pengumpulan dan analisis informasi, perencanaan, pengambilan keputusan, pemanfaatan sumberdaya, dan perumusan tindakan penegakan peraturan di bidang pengelolaan perikanan. Tindakan penegakan ini dilaksanakan oleh pihak yang berwenang sehingga dapat mengendalikan perilaku pihak yang berkepentingan. Hal ini ditujukan bagi terjaminnya kelangsungan produktivitas perikanan dan kesejahteraan sumberdaya alam hayati di wilayah pesisir dan laut.
Pemerintah Indonesia bertanggungjawab menetapkan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia bagi kepentingan seluruh masyarakat, dengan memperhatikan  kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya tersebut. Hal ini juga berlaku bagi sumberdaya perikanan, seperti ikan, lobster dan udang, teripang, dan kerang-kerangan seperti kima, dan kerang mutiara.  Sumberdaya ini secara umum disebut atau termasuk dalam kategori dapat pulih. Namun, kemampuan alam untuk memperbaharui ini bersifat terbatas. Jika manusia mengeksploitasi sumberdaya melebihi batas kemampuannya untuk melakukan pemulihan, sumberdaya akan mengalami penurunan, terkuras dan bahkan menyebabkan kepunahan. Penangkapan berlebih atau ‘over-fishing’ sudah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia – Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memperkirakan 75% dari perikanan laut dunia sudah tereksploitasi penuh, mengalami tangkap lebih atau stok yang tersisa bahkan sudah terkuras – hanya 25% dari sumberdaya masih berada pada kondisi tangkap kurang (FAO, 2002). Total produksi perikanan tangkap dunia pada tahun 2000 ternyata 5% lebih rendah dibanding puncak produksi pada tahun 1995 (tidak termasuk Cina, karena unsur ketidak-pastian dalam statistik perikanan mereka). Sekali terjadi sumberdaya sudah 3 menipis, maka stok ikan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih kembali, walaupun telah dilakukan penghentian penangkapan. Masalah ini bahkan sudah menjadi pesan SEKJEN – PBB pada Hari Lingkungan Hidup sedunia tanggal 5 Juni 2004.
B.       Tujuan dan Kegunaan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi alat penangkapan ikan yang banyak di gunakan di perairan Indonesia.
Adapun kegunaan dari peraktikum ini adalah dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengoperasian alat tangkap yang ramah linkungan. 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



A.      Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan 
 Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Berdasarkan Statistik Perairan Indonesia
 
GROUP
KATEGORI STATISTIK
Nama Indonesia
Nama Indonesia
Nama Inggris
1
Pukat Udang
1.1 Pukat Udang
BED equipment
shrimp net
 2
Pukat Ikan
2.1 Pukat Ikan
Fish Net 
 3
Pukat Kantong
(Seine Nets)
3.1 Payang
      (termasuk lampara)
3.2 Dogol
3.3 Pukat Pantai
 Payang
(include lampara)
Danish Seine
Beach Seine
 4
 Pukat Cincin
(Purse Seine)
4.1 Pukat Cincin 
Purse Seine 
 5
Jaring Insang
(Gill net)
5.1 Jaring Insang
       Hanyut
5.2 Jaring Insang
      Lingkar
5.3 Jaring Klitik
5.4 Jaring Insang Tetap
 Drift Gill net

Encircling Gill net

Shrimp Gill net
Set Gill net
6
Jaring Angkat
(Lift Net)
6.1 Bagan Perahu
6.2 Bagan Tancap
      (termasuk Kelong)
6.3 Serok
6.4 Jaring Angkat
      Lainnya
Boat/Raft Lift Net
Bagan
(Include kelong)
Scoop Net
Other Gill net
 7
Pancing
(Hook and Lines)
7.1 Rawai Tuna
7.2 Rawai Hanyut
      lainnya, selain
      Rawai tuna
7.3 Rawai Tetap
7.4 Huhate
7.5 Pancing dengan
      joran lainnya
7.6 Pancing Tonda
Tuna Long Line
Drift Long Line Other
Than Tuna Long Line

Set Long Line
Skipjack Pole and Line
Other Pole and Line

Troll Line
 8
 Perangkap (Trap)
8.1 Sero
8.2 Jermal
8.3 Bubu
8.4 Perangkap lainnya
Guiding Barrier
Stow net
Portable Trap
Other Trap
1.    
































 


Group
Kategori Statistik
Nama Indonesia
Nama Indonesia
Nama Inggris
 9
Alat Pengumpul
kerang dan rumput
laut (Shell fish and
seaweed collection
with manual gear)
 9.1 Alat Pengumpul
       Kerang
9.2 Alat Pengumpul
      Rumput Laut
 Shellfish Collection

Seaweed Collection
 10
Muroami
10.1 Muroami
        (termasuk Malalugis)
 Muroami
 (include Malalugis)
 11
Lain-lain
11.1 Jala Tombak
        dan lain-lain
 Cast Net, Harpoon










      Klasifikasi Api Menurut ISSCFG (Internasional Standar Statistical Clasificatiaon Fishing Gear)
No
N a m a
Singkatan
Kode ISSCFG
 1
JARING LINGKAR
Bertali Kerut (purse seine)
- Purse seine satu kapal
- Purse seine dua kapal
Tanpa Tali Pengerut

PS
PS1
PS2
LA
01.0.0
01.1.0
01.1.1
01.1.2
01.2.0
 2
PUKAT
Pukat Pantai
- Pukat berkapal
- Danish seine (dogol)
- Scottish seine
- Pair seine
Pukat lainnya
SB
SV
SDN
SSC
SPR
SX
02.0.0
02.1.0
02.2.0
02.2.1
02.2.2
02.2.3
02.9.0
 3
TRAWL
Trawl dasar (Bottom Trawl)
- Trawl berpalang
- Trawl berpapan (otter Trawl)
- Trawl dua kapal (pair Trawl)
- Nephtops Trawl
- Trawl udang
- Trawl dasar lainnya
Trawl Pertengahan (Midwater Trawl)
- Trawl berpapan
- Trawl dua kapal
- Trawl udang
- Trawl pertengahan lainnya
Trawl kembar berpapan
Trawl berpapan lainnya
Trawl dua kapal lainnya
Trawl lainnya
-
-
TBB
OTB
PTB
TBN
TBS
TB
-
OTM
PTM
TMS
TM
OTT
OT
PT
TX
03.0.0
03.1.0
03.1.1
03.1.2
03.1.3
03.1.4
03.1.5
03.1.9
03.2.0
03.2.1
03.2.2
03.2.3
03.2.9
03.3.0
03.4.9
03.5.9
03.9.0
 4
PENGGARUK
Penggaruk berperahu/kapal
Penggaruk biasa
-
DRB
DRH
04.0.0
04.1.0
04.2.0






















No
Nama
Singkatan
Kode ISSCFG
5
TANGKUL
Tangkul biasa (Portable liftnet)
Bagan perahu (Boat operated liftnet)
Tangkul pantai
-
LNP
LNB
LNS
05.0.0
05.1.0
05.2.0
05.3.0
6
ALAT YG DIJATUHKAN
Jala
Alat jatuh lainnya
-
FCN
FG
06.0.0
06.1.0
06.9.0
7
JARING INSANG & JARING PUNTAL
Jaring insang menetap
Jaring insang hanyut
Jaring insang lingkar
Jaring insang berpancang
Jaring gondrong (trammel net)
Jaring kombinasi gillnettrammel net
Jaring insang & jaring puntal lainnya
- Jaring insang lainnya
-
GNS
GND
GNC
GNI
GTR
GTN
GEN
GN
07.0.0
07.1.0
07.2.0
07.3.0
07.4.0
07.5.0
07.6.0
07.9.0
07.9.1
8
PANCING
Pancing ulur dan pancing berjoran biasa
Pancing ulur dan pancing berjoran
dimekanisasi
Rawai menetap
Rawai hanyut
Rawai lainnya
Tonda
Pancing lainnya
-
LHP
LHM
-
LLS
LLD
LL
LTL
LX
09.0.0
09.1.0
09.2.0
-
09.3.0
09.4.0
09.5.0
09.6.0
09.9.0
 9
 ALAT PENJEPIT & MELUKAI
Tombak
-
HAR
10.0.0
10.1.0
 10
 MESIN PEMANEN
Pompa
Penggaruk mekanis
Mesin permanen lainnya
-
HMP
HMD
HMX
11.0.0
11.1.0
11.2.0
11.9.0






































  Klasifikasi Api Menurut Sifat Api
No
Nama
Alat
Keterangan

PASIF
Adalah alat tangkap yang menetap, yang mana ikan mendatangi alat tersebut sehingga tertangkap. Ikan yang memburu alat tangkap 
Pancing
Gillnet
Perangkap


 AKTIF
Adalah alat tangkap yang digerakkan memburu ikan, yang mana alat tangkap yang mendatangi ikan sehingga tertangkap Pukat
Pukat Udang
Pukat Ikan
Pukat Kantong
Purse Seine
Jaring Angkat


SEMI AKTIF
Adalah alat tangkap yang awalnya
bersifat pasif karena ada gerakkan
disentak atau ditarik sehingga ikan
tertangkap. 
Pole And Line
Pancing Tonda
Trammel Net













Dari berbagai jenis Klasifikasi alat tangkap di atas, ada beberapa jenis alat tangkap yang akan kita bahas antara lain:
1.       CANTRANG
1.1.    Definisi Alat Tangkap Cantrang
George et al, (1953) dalam Subani dan Barus (1989), alat tangkap cantrang dalam pengertian umum digolongkan pada kelompok Danish Seine yang terdapat di Eropa dan beberapa di Amerika. Dilihat dari bentuknya alat tangkap tersebut menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil.
Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal yang dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring. Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap atau kaki, mulut jaring, tali penarik (warp), pelampung dan pemberat. Hasil tangkapan dengan jaring cantrang pada dasarnya yang tertangkap adalah jenis ikan dasar (domersal) dan udang seperti ikan petek, biji nangka, gulamah, kerapu, sebelah, pari, cucut, gurita, bloso dan macam-macam udang (Subani dan Barus, 1989).



1.2.    Konstruksi Alat Tangkap Cantrang
1.2.1.   Konstruksi Umum
Dari segi bentuk (konstruksi) cantrang ini terdiri dari bagian-bagian :
a)       Kantong (Cod End)
Kantong merupakan bagian dari jaring yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan tidak mudah lolos (terlepas).         
b)      Badan (Body)
Merupakan bagian terbesar dari jaring, terletak antara sayap dan kantong. Bagian ini berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan kantong untuk menampung jenis ikan-ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan tediri atas bagian-bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-beda.
c)       Sayap (Wing).
Sayap atau kaki adalah bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan badan sampai tali salambar. Fungsi sayap adalah untuk menghadang dan mengarahkan ikan supaya masuk ke dalam kantong.


d)      Mulut (Mouth)
Alat cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama. Pada mulut jaring terdapat:
1)             Pelampung (Float)
Tujuan umum penggunan pelampung adalah untuk memberikan daya apung pada alat tangkap cantrang yang dipasang pada bagian tali ris atas (bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka.
2)             Pemberat (Sinker)
Dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada posisinya (dasar perairan) walaupun mendapat pengaruh dari arus.
3)             Tali Ris Atas (Head Rope)
Berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan pelampung.
4)      Tali Ris Bawah (Ground Rope)
Berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, bagian badan jaring (bagian bibir bawah) jaring dan pemberat.
e)       Tali Penarik (Warp)
Berfungsi untuk menarik jaring selama dioperasikan.

1.2.2.   Bahan yang di gunakan pada alat tangkap cantrang
a.              Kantong
Bahan terbuat dari polyethylene. Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inchi.
b.             Badan
Terbuat dari polyethylene dan ukuran mata jaring minimum 1,5 inchi.
c.              Sayap
Sayap terbuat dari polyethylene dengan ukuran mata jaring sebesar 5 inchi.
d.             Pemberat
Bahan pemberat terbuat dari timah atau bahan lain.
e.              Tali ris atas
Terbuat dari tali dengan bahan polyethylene.
f.              Tali ris bawah
Terbuat dari tali dengan bahan polyethylene.
g.             Tali penarik
Terbuat dari tali dengan bahan polyethylene dengan diameter 1 inchi.



1.3.    Daerah Penangkapan
Langkah awal dalam pengperasian alat tangkap ini adalah mencari daerah penangkapan (Fishing Ground). Menurut Damanhuri (1980), suatau perairan dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan yang baik apabila memenuhi persyaratan dibawah ini:
1.       Di daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah sepanjang tahun.
2.       Alat tangkap dapat dioperasikan denagn mudah dan sempurna.
3.       Lokasi tidak jauh dari pelabuhan sehingga mudah dijangkau oleh perahu.
4.       Keadaan daerahnya aman, tidak biasa dilalui angin kencang dan bukan daerah badai yang membahayakan.
Penentuan daerah penangkapan dengan alat tangkap cantrang hampir sama dengan Bottom Trawl. Menurut Ayodhyoa (1975), syarat-syarat Fishing Ground bagi Bottom Trawl antara lain adalah sebagai berikut:
1.             Karena jaring ditarik pada dasar laut, maka perlu jika dasar laut tersebut terdiri dari pasir ataupun Lumpur, tidak berbatu karang, tidak terdapat benda-benda yang mungkin akan menyangkut ketika jaring ditarik, misalnya kapal yang tengelam, bekas-bekas tiang dan sebagainya.
2.             Dasar perairan mendatar, tidak terdapat perbedaan depth yang sangat menyolok.
3.             Perairan mempunyai daya produktivitas yang besar serta resources yang melimpah.
1.4.    Alat Bantu Penangkapan
Alat bantu penangkapan cantrang adalah garden. (Mohammad et al. 1997) dengan alat bantu garden untuk menarik warp memungkinkan penarikan jaring lebih cepat. Penggunaan garden tersebut dimaksudkan agar pekerjaan anak buah kapal (ABK) lebih ringan, disamping lebih banyak ikan yang terjaring sebagai hasil tangkapan dapat lebih ditingkatkan.
Gardanisasi alat tangkap cantrang telah membuka peluang baru bagi perkembangan penangkapan ikan, yaitu dengan pemakaian mesin kapal dan ukuran jaring yang lebih besar untuk di operasikan di perairan yang lebih luas dan lebih dalam.
1.5.    Teknik Operasi (Setting dan Houling)
1.5.1.   Persiapan
Operasi penangkapan dilakukan pagi hari setelah keadaan terang. Setelah ditentukan fishing ground nelayan mulai mempersiapkan operasi penangkapan dengan meneliti bagian-bagian alat tangkap, mengikat tali selambar dengan sayap jaring.
1.5.2.   Setting
Sebelum dilakukan penebaran jaring terlebih dahulu diperhatikan arah mata angin dan arus. Kedua faktor ini perlu diperhatikan karena arah angin akan mempengaruhi pergerakan kapal, sedang arus akan mempengaruhi pergerakan ikan dan alat tangkap. Ikan biasanya akan bergerak melawan arah arus sehingga mulut jaring harus menentang pergerakan dari ikan.
Untuk mendapatkan luas area sebesar mungkin maka dalam melakukan penebaran jaring dengan membentuk lingkaran dan jaring ditebar dari lambung kapal, dimulai dengan penurunan pelampung tanda yang berfungsi untuk memudahkan pengambilan tali selambar pada saat akan dilakukan hauling.  
1.5.3.   Hauling
Setelah proses setting selesai, terlebih dahulu jarring dibiarkan selam ± 10 menit untuk memberi kesempatan tali salambar mencapai dasar perairan. Kapal pada saat hauling tetap berjalan dengan kecepatan lambat. Hal ini dilakukan agar pada saat penarikan jaring, kapal tidak bergerak mundur karena berat jaring. Penarikan alat tangkap dibantu dengan alat gardan sehingga akan lebih menghemat tenaga, selain itu keseimbangan antara badan kapal sebelah kanan dan kiri kapal lebih terjamin karena kecepatan penarikan tali salambar sama dan pada waktu yang bersamaan. Dengan adanya penarikan ini maka kedua tali penarik dan sayap akan bergerak saling mendekat dan mengejutkan ikan serta menggiringnya masuk kedalam kantong jaring.
Setelah diperkirakan tali salambar telah mencapai dasar perairan maka secepat mungkin dilakukan hauling. Pertama-tama pelampung tanda dinaikkan ke atas kapal kemudian tali salambar sebelah kanan yang telah ditarik ujungnya dililitkan pada gardan sebelah kanan, mesin gardan mulai dinyalakan bersamaan dengan mesin pendorong utama hingga kapal bergerak berlahan-lahan dan jaring mulai ditarik . Tali salambar digulung dengan baik saat setelah naik keatas kapal dan jaring ditarik keatas kapal kemudian kantong yang berisi hasil tangkapan dinaikkan keatas kapal. Dengan dinaikkannya hasil tangkapan maka proses hauling selesai dilakukan dan jaring kembali ditata seperti keadaan semula, sehingga pada saat melakukan setting selanjutnya tidak mengalami kesulitan.
2.       JERMAL
2.1.    Definisi Alat Tangkap Jermal
Jermal adalah perangkap pasang surut (tidal trap) yang merupakan ciri khas alat penangkapan yang terdapat di perairan Sumatera bagian Utara. Pada prinsipnya, jermal ini terdiri dari jajaran tiang-tiang pancang yang merupakan sayap, jaring jermal dan rumah jermal. Jajaran tiang pancang terbuat dari pohon nibung (Oncosperma spp), kayu pohon bakau (Rizhopora spp), kayu tengar (Ceriop spp) berukuran panjang antara 12–15cm, garis tengah 10-20cm. Jaring jermal terdiri dari tiga bagian : mulut, badan, dan kantong. Jaring jermal ini bentuknya bisa menyerupai tikar (jermal biasa), berbentuk kantong (bubu jermal atau jaring kantong jermal), berbentuk gabungan antara tikar dan kantong (kilung bagan, ambai jermal), rumah jermal, merupakan plataran (platform) tempat kegiatan perikanan jermal dilakukan. Jarak pemasangan jermal biasanya sekitar antara 3-6 mil dari pantai. Untuk pengoperasional jermal tidak diperlukan perahu atau kapal. Perahu atau kapal hanya digunakan sebagai alat transportasi, untuk mengambil hasil tangkapan.
Alat tangkap jermal tersebut masih merupakan alat tangkap tradisional yang kurang memiliki prospek ke depan yang baik. Mengingat sifat dari alat tangkap jermal pasif dan skala penangkapannya kecil. Dari sifat jermal yang pasif, jermal tergantung sekali pada masa-masa tertentu, yaitu pada saat ikan beruaya saat spawning (memijah) yang memanfaatkan saat pasang air laut. Sehingga jika ikan belum pada saat memijah dan beruaya maka jermal tidak menghasilkan tangkapan atau hasil tangkapan hanya sedikit sekali.
Hasil tangkapan dari pengoperasian alat tangkap jermal tersebut, terutama jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai. Di antaranya yaitu biang-biang (Setipinna spp), bulu ayam (Engraulis spp), kasihmadu (Kurtus indicus), nomei (Harpodon spp), gulamah (Scinea spp), puput, matabello (Pellona spp), bawal putih (Pampus argentus), tenggiri (Sconberomorus spp), mayung (Arius spp), jenis-jenis udang, golok-golok (Chirosenrus spp), kakap (Lates calcarifer), senangin (Polynemus spp) selanget (Dorosoma spp), beloso (Sourida spp), pari (Rays), dan lain-lain.



2.2.    Konstruksi Alat dan Bahan
Konstruksi dari jermal ini secara umum terdiri dan dilengkapi dengan jajaran tiang pancang yang biasanya disebut sayap atau kaki tanpa sayap yang pada daerah tertentu disebut toga, sici, pengerih, gombong dan sebagainya. Bagian lainnya adalah jaring jermal yang ditempat di bawah rumah jermal atau plataran atau platform yang merupakan tempat kegiatan perikanan jermal dilakukan dan tempat tinggal pekerja-pekerja jermal yang umumnya terdiri dari   6 - 8 orang.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan jaring jermal adalah adalah nylon yang sebenarnya adalah hanya merupakan salah satu dari jenis-jemis serat synthetis dalam golongan polyamide. Dalam rangkaian proses pembuatan      serat-serat ini termasuk juga rangkaian proses penggandaan (polimerisasi) molekul-molekul dari bahan-bahan persediaan alam seperti bahan bara, minyak bumi, dan sebagainya.
Dalam pembuatan jaring jermal tersebut, dalam beberapa hal lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan serat-serat alam ataupun serat-serat kimia dari Natural Polymer, terutama daya tahan terhadap pembusukan atau pelapukan, kekenyalan, daya lentur dan sebagainya.


2.3.    Daerah Penangkapan
Fishing ground ialah daerah-daerah pantai dan daerah teluk, daerah di mana ikan-ikan bermigrasi ke daerah tersebut.  Arus pada daerah fishing ground  haruslah sekecil mungkin ataupun tidak ada sama sekali. Akibat dari arus, jaring akan mengalami perubahan bentuk, menghalang-halangi ikan yang akan memasuki jaring, juga kita akan mengalami kesukaran pada waktu pengangkatan jaring (operasi). Pada tempat yang berarus kuat, jaring akan lekas rusak.
Daerah distribusi jermal terutama terdapat di Panipahan, Bagan Siapi-api, Pulau Merbau, Imigrasi Hilir di Riau, Tanjung Tiram, Sumatera Utara, Tanjung Ledong, Sei Brombang, Labuhan Bilib, Bagan Asahan, Pangkalan Dedek, Pangkalan Brandan, Bandar Kalifah, Tanjung Biringin, Sialang Buah dan Belawan.
2.4.    Alat Bantu Penangkapan
Dalam pengopaerasian jermal pengambilan hasil dilakukan terlebih dahulu. Bagian bawah mulut (bibir) ke atas kemudian diikuti bagian-bagian tengah, sehingga ikan hasil tangkapan yang terdapat dalam jaring perlu diciduk dengan tangkul atau scoop net yang bertangkai panjang. Selain itu juga diperlukan kayu atau bambu sebagai pagar dan anjang-anjang sebagai jalan masuknya gerombolan ikan yang beruaya ke pantai dan sebagai penghadang yang berfungsi mengajak ikan ke arah jaring.
2.5.    Teknik Operasi
Prinsip dasar dari jermal seperti yang telah diuaraikan di depan adalah mengusahakan ikan untuk memasuki jaring tersebut, setelah dihadang seraya diajak memasuki bubu jermal, lalu setiap hari pada waktu-waktu tertentu jaring itu diangkat ataupun setelah dilihat dan diperhitungkan bahwa ikan-ikan telah memasuki jaring, lalu jaring diangkat. Tata cara penangkapan ikan seperti tersebut di atas adalah merupakan prinsip dari set net yaitu semua alat tangkap berupa perangkap (sero, jermal, ambai jermal).
3.       TRAWL
3.1.    Definisi Alat Tangkap
Kata “ trawl “ berasal dari bahasa prancis “ troler “ dari kata “ trailing “ adalah dalam bahasa inggris, mempunyai arti yang bersamaan, dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata “tarik “ ataupun “mengelilingi seraya menarik “. Ada yang menterjemahkan “trawl” dengan “jaring tarik” , tapi karena hampir semua jarring dalam operasinya mengalami perlakuan tarik ataupun ditarik , maka selama belum ada ketentuan resmi mengenai istilah  dari yang berwenang maka digunakan kata” trawl” saja.
Dari kata “ trawl” lahir kata “trawling” yang berarti kerja melakukan operasi penangkapan ikan dengan trawl, dan kata “trawler” yang berarti kapal yang melakukan trawling. Jadi yang dimaksud dengan jarring trawl ( trawl net ) disini adalah suatu jaring kantong yang ditarik di belakang kapal ( baca : kapal dalam keadaan berjalan ) menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal lainnya. Jarring ini juga ada yang menyangkut sebagai “jaring tarik dasar”.
Stern trawl adalah otter trawl yang cara operasionalnya (penurunan dan pengangkatan ) jaring dilakukan dari bagian belakang (buritan) kapal atau kurang lebih demikian. Penangkapan dengan system stern trawl dapat menggunakan baik satu jarring atau lebih.
3.2.    Konstruksi Alat Tangkap




Gambar 1. Konstruksi Alat Tangkap Trawl
3.3.    Daerah Penangkapan
Didalam alat tangkap trawl yang memiliki syarat-syarat fishing ground, antara lain sebagai berikut:
1.             Dasar fishing ground terdiri dari pasir, Lumpur ataupun campuran pasir dan lumpur.
2.             Kecepatan arus pada mid water tidak besar (dibawah 3 knot) juga kecepatan arus pasang tidak seberapa besar.
3.             Kondisi cuaca,laut, (arus, topan, gelombang, dan lain-lain ) memungkinkan keamanan operasi.
4.             Perubahan milieu oceanografi terhadap mahluk dasar laut relatif kecil dengan perkataan lain kontinuitas recources dijamin untuk diusahakan terus-menerus.
5.             Perairan mempunyai daya produktifitas yang besar serta recources yang melimpah.
3.4.        Alat Bantu Penangkapan
Pada umumnya kapal-kapal trawl ini digerakkan oleh diesel ataupun steam. Kapal dilengkapi dengan trawl winch, sebagai tenaga penggerak ada yang menggunakan steam engine ( 45-75 HP ) bagi stream trawl dan ada pula yang memakai motor dari 60-90 HP bagi diesel trawl. Winch ini dihubungkan dengan warp, dan untuk mengontrol panjang warp dipasang brake.
Besar jaring yang dipakai berbeda-beda, dan untuk menyatakan besar jaring dipakai penunjuk “ panjang dari head rope “ yang biasanya dengan satuan feet atau meter.
3.5.    Teknik Operasional ( Shooting dan Hauling )
(1)     Kecepatan/lama waktu menarik jaring
Kecepatan penarikan jaring saat operasi penangkapan dipengaruhi oleh keadaan terbukanya mulut jaring, apakah jaring berada di air sesuai dengan yang dimaksudkan (bentuk terbukanya), kekuatan kapal untuk menarik (HP), ketahanan air terhadap tahanan air, resistance yang makin membesar sehubungan dengan catch yang makin bertambah, dan lain sebagainya.
Pada umumnya jaring ditarik dengan kecepatan 3-4 knot. Kecepatan inipun berhubungan pula dengan swemming speed dari ikan, keadaa dasar laut, arus, angin, gelombang dan lain sebagainya. Lama waktu penarikan jaring ke atas kapal di dasarkan kepada pengalaman-pengalaman dan faktor yang perlu diperhatikan adalah banyak sedikitnya ikan yang diduga akan tertangkap, pekerjaan di dek, jam kerja crew, dan lain sebagainya. Pada umumnya berkisar sekitar 3-4 jam.
(2)     Panjang Warp
Untuk menentukan panjang warp faktor yang perlu diperhatikan adalah  sifat dasar perairan ( pasir, Lumpur), kecepatan tarik. Biasanya panjang warp sekitar 3-4 kali depth. Pada fishing ground yang kedalamannya sekitar 9m (depth minimum). Panjang warp sekitar 6-7 kali depth. Jika dasar laut adalah lumpur, dikuatirkan jaring akan mengeruk lumpur, maka ada baiknya jika warp diperpendek, sebaliknya bagi dasar laut yang terdiri dari pasir keras (kerikil), adalah baik jika warp diperpanjang.
  Kita mengharapkan agar mulut jaring terbuka maksimal, bergerak horizontal pada dasar ataupun pada suatu depth tertentu. Gaya tarik yang berubah-ubah, resistance yang berubah-ubah dan lain sebagainya, menyebabkan jaring naik turun ataupun bergerak ke kanan dan kekiri. Rentan yang diakibatkannya haruslah selalu berimbang.  Warp terlalu pendek, pada kecepatan lebih besar dari batas tertentu akan menyebabkan jaring bergerak naik ke atas ( tidak mencapai dasar ), warp terlalu panjang dengan kecepatan dibawah batas tertentu akan menyebabkan jaring mengeruk lumpur. Daya tarik kapal ( HP dari winch) diketahui terbatas, oleh sebab itulah diperoleh suatu range dari nilai beban yang optimal. Apa yang terjadi pada saat operasi penarikan, pada hakikatnya adalah merupakan sesuatu keseimbangan dari gaya-gaya yang komplit jika dihitung satu demi satu.
4.             BAGAN
4.1.    Definisi Alat Tangkap
Bagan adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring persegi panjang atau bujur sangkar yang direntangkan atau dibentangkan dengan menggunakan kerangka dari batang kayu atau bambu (bingkai kantong jaring) sehingga jaring angkat membentuk kantong.
4.2.    Konstruksi Alat dan Bahan
Bagan merupakan alat tangkap terdiri dari susunan bambu berbentuk persegi empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan. Pada bagian tengah bangunan dipasang jaring yang disebut wareng dengan ukuran bervariasi tergantung selera pemiliknya  dengan mata jaring 0.4 cm, biasanya ukurannya      7 x 7 meter.
Pada dasarnya alat ini terdiri dari bangunan bagan yang terbuat dari bambu/kayu, jaring yang berbentuk segi empat yang diikatkan pada bingkai yang terbuat dari bambu/kayu.  Pada keempat sisinya terdapat beberapa batang bambu/kayu melintang dan menyilang yang dimaksudkan untuk memperkuat berdirinya bagan. Di atas bangunan bagan dibagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat ikan/hasil tangkapan. Di atas bangunan ini terdapat  roller (semacam pemutar) yang terbuat dari bambu /kayu yang berfungsi untuk menarik jaring. Umumnya alat tangkap ini berukuran 9 x 9 meter, sedangkan tinggi dari dasar perairan rata-rata 12 meter, dengan demikian, kedalaman perairan untuk tempat pemasangan alat tangkap ini rata-rata pada kedalaman 8 meter, namun pada daerah tertentu ada yang memasang pada kedalaman 15 meter
 4.3.    Daerah Penangkapan
Karena ditancapkan ke dasar perairan maka dasar laut yang menjadi tempat penancapan tiang bagan adalah dasar perairan yang mengandung lumpur  bercampur pasir. Posisi jaring dari bagan ini terletak di bagian bawah dari bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu/kayu  yang berbentuk segi empat. Bingkai bambu/kayu tersebut dihubungkan dengan tali pada keempat sisinya yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada ke empat sisi jaring ini diberi pemberat yang berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan memberikan posisi jaring yang lebih baik selama dalam air.
4.4.        Alat Bantu Penangkapan
Untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah bagan, umumnya nelayan menggunakan lampu petromaks yang jumlahnya bervariasi 2 – 5 buah.
4.5.       Teknik Operasional
Langkah pertama dalam mengoperasikan alat ini adalah menurunkan jaring dan kemudian memasang lampu yang posisinya tepat di atas jaring (wareng). Setelah beberapa jam kemudian (sekitar 4 jam) atau dianggap sudah banyak ikan yang berkumpul di bawah bagan maka penarikan jaring mulai dilakukan. Penarikan dilakukan dengan memutar roller secara perlahan-lahan dan setelah jaring agak mendekati permukaan maka jaring diangkat dengan cepat  sehingga jaring terangkat ke atas dan tangkapan terjebak di dalamnya. Setelah jaring terangkat, maka pengambilan tangkapan dilakukan dengan menggunak serok (jaring yang bertangkai panjang). Demikian seterusnya , jika operasi penangkapan ingin dilanjutkan kembali, maka jaring diturunkan kembali ke air seperti semula. Dalam satu malam, operasi penangkapan bisa dilakukan sampai tiga kali bergantung umur bulan.
Karena Bagan ditancapkan ke dasar perairan, yang berarti kedalaman laut tempat beroperasinya alat ini menjadi sangat terbatas yaitu pada perairan dangkal.
Alat ini dapat dipakai dengan efektif pada saat bulan gelap sebab sasaran tangkapan akan tertarik kepada cahaya lampu petromaks pada saat gelap dan berkumpul di bawah bagan (di atas jaring). Hasil tangkapan alat adalah ikan-ikan yang biasa hidup bergerombol misalnya ikan Tamban, ikan Ciu, ikan Kepetek, ikan-ikan berukuran sedang misalnya ikan Tongkol, ikan Tenggiri, cumi-cumi (sotong), udang, dan sebagainya.
5.             PUKAT CINCIN (PURSE SEINE)
5.1.    Definisi Alat Tangkap
Alat tangkap purse seine dikenal juga sebagai pukat cincin atau pukat lingkar. Alat tangkap ini berbentuk persegi panjang dengan pelampung (floats) di bagian atas dan pemberat (sinkers) serta cincin besi (rings) di bagian bawah. Pada saat dioperasikan, kapal yang membawa alat tangkap ini melingkari sekawanan ikan yang telah dikumpulkan dengan pemikat rumpon dan lampu berkekuatan tinggi. Setelah lingkaran terbentuk sempurna maka tali kolor (purse line) yang terdapat di bagian bawah akan ditarik melewati cincin-cincin besi yang bergelantungan di bagian bawah jaring sehingga alat tangkap ini akan mengerucut dan berbentuk seperti mangkok dengan segerombolan ikan yang terkurung di dalamnya. Selanjutnya seluruh jaring akan ditarik ke sisi kapal dan ikan yang tertangkap akan terkumpul di bagian kantong jaring secara otomatis.
Pukat cincin atau jaring lingkar (purse seine) adalah jenis jaring penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang atau trapesium, dilengkapi dengan tali kolor yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kolor bagian bawah jaring dapat dikuncupkan sehingga gerombolan ikan terkurung di dalam jaring.
5.2.    Konstruksi Alat dan Bahan
5.2.1.      Bagian jaring
Nama bagian jaring ini belum mantap tapi ada yang membagi 2 yaitu “bagian tengah” dan “jampang”. Namun yang jelas ia terdiri dari 3 bagian yaitu:
1.             Jaring utama, bahan nilon 210 D/9 #1”
2.             Jaring sayap, bahan dari nilon 210 D/6 #1”
3.             Jaring kantong, #3/4”
Srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang fungsinya untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Bagian ini langsung dihubungkan dengan tali temali. Srampatan (selvedge) dipasang pada bagian atas, bawah, dan samping dengan bahan dan ukuran mata yang sama, yakni PE 380 (12, #1”). Sebanyak 20,25 dan 20 mata.
5.2.2.      Tali temali
Tali temali pada alat tangkap purse seine terdiri dari:
1.             Tali Pelampung.
Bahan PE Ø 10mm, panjang 420m.
2.             Tali Ris Atas.
Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 420m.
3.           Tali Ris Bawah.
Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 450m.
4.           Tali Pemberat.
Bahan PE Ø 10mm, panjang 450m.
5.           Tali Kolor Bahan.
Bahan kuralon Ø 26mm, panjang 500m.
6.           Tali Slambar
Bahan PE Ø 27mm, panjang bagian kanan 38m dan kiri 15m


5.2.3.      Pelampung
Ada 2 pelampung dengan 2 bahan yang sama yakni synthetic rubber. Pelampung Y-50 dipasang dipinggir kiri dan kanan 600 buah dan pelampung Y-80 dipasang di tengah sebanyak 400 buah. Pelampung yang dipasang di bagian tengah lebih rapat dibanding dengan bagian pinggir.
5.2.4.      Pemberat
Terbuat dari timah hitam sebanyak 700 buah dipasang pada tali pemberat.
5.2.5.      Cincin
Terbuat dari besi dengan diameter lubang 11,5cm, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1m dengan jarak 3m setiap cincin. Kedalam cincin ini dilakukan tali kolor (purse line).
5.3.       Daerah Penangkapan
Purse seine dapat digunakan pada fishing ground dengan kondisi sebagai berikut :
1)      A spring layer of water temperature adalah areal permukaan dari air laut
2)      Jumlah ikan berlimpah dan bergerombol pada area permukaan air
3)      Kondisi laut yang memungkinkan untuk mengoperasikan alat tangkap
 5.4.    Alat Bantu Penangkapan
5.4.1.  Lampu
Fungsi lampu untuk penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian dilakukan operasi penangkapan dengan menggunakan berbagai alat tangkap, seperti purse seine. Jenis lampu yang digunakan bermacam-macam, seperti oncor (obor), petromaks, lampu listrik (penggunaannya masih sangat terbatas hanya untuk usaha penangkapan sebagian dari perikanan industri).
Ikan-ikan itu tertarik oleh cahaya lampu kiranya tidak terlalu dipermasalahkan sebab adalah sudah menjadi anggapan bahwa hampir semua organisme hidup termasuk ikan yang media hidupnya itu air terangsang (tertarik) oleh sinar / cahaya (phototaxis positif) dan karena itu mereka selalu berusaha mendekati asal / sumber cahaya dan berkumpul disekitarnya.
5.4.2.   Rumpon
Rumpon merupakan suatu bangunan (benda) menyerupai pepohonan yang dipasang (ditanam) di suatu tempat ditengah laut. Pada prinsipnya rumpon terdiri dari empat komponen utama, yaitu : pelampung (float), tali panjang (rope) dan atraktor (pemikat) dan pemberat (sinkers / anchor).
Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 30-75 m. Setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga yang bersifat tetap tergantung pemberat yang digunakan.
Dalam praktek penggunaan rumpon yang mudah diangkat-angkat itu diatur sedemikian rupa setelah purse seine dilingkarkan, maka pada waktu menjelang akhir penangkapan, rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu penggerak (skoci, jukung, canoes)
Untuk rumpon tetap atau rumpon dengan ukuran besar, tidak perlu diangkat sehingga untuk memudahkan penangkapan dibuat rumpon mini yang disebut “pranggoan” (Jawa Timur) atau “leret” (Sumatra Utara, Sumatra Selatan). Pada waktu penangkapan mulai diatur, diusahakan agar ikan-ikan berkumpul disekitar rumpon dipindahkan atau distimulasikan ke rumpon mini. Caranya ada beberapa macam misalnya dengan menggiring dengan menggerak-gerakkan rumpon induk dari atas perahu melalui pelampung-pelampungnya. Cara lain yang ditempuh yaitu seakan-akan meniadakan rumpon induk untuk sementara waktu dengan cara menenggelamkan rumpon induk atau mengangkat separo dari rumpon yang diberi daun nyiur ke atas permukaan air. Ikan-ikan yang semula berkumpul di sekitar rumpon pindah ke rumpon mini dan dilakukan penangkapan.
Sementara itu bisa juga digunakan tanpa sama sekali mengubah kedudukan rumpon yaitu dengan cara mengikatkan tali slambar yang terdapat di salah satu kaki jaring pada pelampung rumpon, sedang ujung tali slambar lainnya ditarik melingkar di depan rumpon. Menjelang akhir penangkapan satu dua orang nelayan terjun kedalam air untuk mengusir ikan-ikan di sekitar rumpon masuk ke kantong jaring. Cara yang hampir serupa juga dapat dilakukan yaitu setelah jaring dilingkarkan di depan rumpon maka menjelang akhir penangkapan ikan-ikan di dekat rumpon di halau dengan menggunakan galah dari satu sisi perahu.
5.5.    Teknik Pengoperasian
Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) tetapi ada juga yang menggunakan samping kapal. Urutan operasi penangkapan sebagai berikut :





Gambar 2. Tekhnik Pengepungan Ikan
a)             Penentuan area penangkapan (fishing ground).
Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman, seperti adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat dengan permukaan air, ikan-ikan yang melompat di permukaan terlihat riak-riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan. Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.
b)             Penoperasian pada malam hari.
Pada operasi malam hari, mengumpulkan / menaikkan ikan ke permukaan laut dilakukan dengan menggunakan cahaya. Biasanya dengan fish finder bisa diketahui depth dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini tertentu barulah lampu dinyalakan (ligth intesity) yang digunakan berbeda-beda tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya. Juga pada sifat phototxisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
c)             Mengepung gerombolan ikan.
Setelah fishing shoal diketemukan perlu diketahui pula swimming direction, swimming speed, density ; hal-hal ini perlu dipertimbangkan lalu diperhitungkan pula arah, kekuatan, kecepatan angin, dan arus, sesudah hal-hal diatas diperhitungkan barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini harus dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi-bunyi kapal, jaring yang dijatuhkan dan lain sebagainya. Tidak boleh luput pula dari perhitungan ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat aman (pada umumnya tempat dengan depth yang lebih besar) yang dengan demikian arah perentangan jaring harus pula menghadang ikan-ikan yang terkepung dalam keadaan kemungkinan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke depth lebih dalam. Dalam waktu melingkari gerombolan ikan kapal dijalankan cepat dengan tujuan supaya gerombolan ikan segera terkepung.
a.              Penarikan jaring
Setelah gerombolan ikan terkepung mulailah purse seine ditarik yang dengan demikian bagian bawah jaring akan tertutup. Melingkari gerombolan ikan dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri dalam arah horisontal. Sedang dengan menarik purse line adalah untuk mencegah ikan-ikan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri ke bawah. Antara dua tepi jaring sering tidak dapat tertutup rapat, sehingga memungkinkan menjadi tempat ikan untuk melarikan diri. Untuk mencegah hal ini, dipakailah galah, memukul-mukul permukaan air dan lain sebagainya. Setelah purse line selesai ditarik, barulah float line serta tubuh jaring (wing) dan ikan-ikan yang terkumpul diserok / disedot ke atas kapal.
6.       JARING INSANG (GILL NET)
6.1.    Definisi Alat Tangkap
Gill net sering diterjemahkan dengan “jaring insang”, “jaring rahang”, dan lain sebagainya. Istilah “gill net” didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap “gilled-terjerat” pada sekitar operculum nya pada mata jaring. Sedangkan “gill net dasar” atau “bottom gill net” adalah jaring insang, jaring rahang yang cara operasinya ataupun kedudukan jaring pada fishing ground direntangkan pada dasar laut, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan domersal, dengan bahan jaring terbuat dari multi fibre.
Dalam bahasa Jepang gill net disebut dengan istilah “sasi ami”, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gill net ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut “menusukkan diri-sasu” pada “jaring-ami”. Di Indonesia penamaan gill net ini beraneka ragam, ada yang menyebutkan nya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring kuro, jaring udang dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang bayeman), dan lain sebagainya. Tertangkapnya ikan ikan-ikan dengan gill net ialah dengan cara bahwa ikan-ikan tersebut terjerat (gilled) pada mata jaring atupun terbelit-belit (entangled) pada tubuh jaring.

6.2.       Konstruksi Alat dan Bahan
6.2.1.   Konstruksi Umum
Pada umumnya yang disebutkan dengan gill net dasar ialah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama. Ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring.
Pada lembaran-lembaran jaring, pada bagian atas dilekatkan pelampung (float) dan pada bagian bawah dilekatkan peemberat (sinker). Dengan menggunakan dua gaya yang berlawanan arah, yaitu bouyancy dari float yang bergerak menuju keatas dan sinking force dari sinker ditambah dengan berat jaring didalam air yang bergerak menuju kebawah, maka jaring akan terentang.
6.2.2.   Detail Konstruksi
Pada kedua ujung jaring diikatkan jangkar, yang dengan demikian letak jaring akan telah tertentu. Karena jaring ini direntang pada dasar laut, maka dinamakan bottom gill net, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan damersal. Posisi jaring dapat diperkirakan pada float berbendera atau bertanda yang dilekatkan pada kedua belah pihak ujung jaring, tetapi tidaklah dapat diketahui keadaan baik buruknya rentangan jaring itu sendiri.
6.2.3.   Bahan dan Spesifikasinya
Pengenalan bahan jaring sintetis dengan mutu yang tinggi telah merangsang perkembangan pemakaian alat ini. Hal ini disebabkan efisiensi penangkapan yang jauh lebih baik yakni 2-13 kali lebih tinggi pada PA monofillament yang transparant (jernih) dibanding dengan bahan serat alami (kapas, rami, rami halus).
1.             Persyaratan
Persyaratan efisiensi penangkapan yang baik memerlukan rendahnya daya rangsang alat untuk organ penglihatan atau organ lateral line sebelum ikan terkait atau terjerat dalam jaring gill net harus disesuaikan dengan kebiasaan hidup ikan melebihi trawl dan purse seine.
Bahan dari gill net harus mempunyai daya tampak sekecil mungkin dalam air, terutama sekali untuk penangkapan di siang hari pada air jernih. Serat jaring juga harus sehalus dan selunak mungkin untuk mengurangi daya penginderaan dengan organ side line. Serat jaring yang lebih tipis juga kurang terlihat. Sebaliknya bahan harus cukup kuat untuk menahan rontaan ikan yaang tertangkap dan dalam upayanya untuk membebaskan diri. Lebih lanjut diperlukan kemuluran dan elastisitas yang tepat untuk menahan ikan yang terjerat atau terpuntal sewaktu alat dalam air atau sewaktu penarikan keatas kapal tetapi tidak menyulitkan sewaktu ikan itu diambil dari jaring. Bahan yang daya mulurnya tinggi untuk beban kecil tidak sesuai untuk gill net karena ukuran ikan yang terjerat pada insang tergantung pada ukuran mata jaring. Jaring perlu memiliki kekuatan simpul yang stabil dan ukuran mata jaring tidak boleh dipengaruhi air.
2.             Macam dan Ukuran benang
PA continous filament adalah bahan yang paling lunak dari semua bahan sintetis dalam kondisi basah, warna putih mengkilat yang alami adalah jauh lebih terlihat dalam air jernih. Warna hijau, biru, abu-abu dan kecoklatan merupakan warna-warna yang nampak digunakan paling umum pada perikanan komersial.
3.             Warna Jaring
Warna jaring yang dimaksudkan disini adalah terutama dari webbing. Warna float, ropes, sinkers dan lain-lain diabaikan, mengingat bahwa bagian terbesar dari gill net adalah webbing. Pada synthetic fibres, net preservation dalam bentuk pencelupan tidak diperlukan, kemudian warna dari twine dapat dibuat sesuai warna perairan daerah pengoperasian. Warna jaring yang sesuai untuk tujuan menangkap jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan dapat dilakukan. Warna jaring dalam air akan dipengaruhi oleh faktor-faktor depth dari perairan, transparancy, sinar matahari, sinar bulan dan lain-lain, Karena tertangkapnya ikan-ikan pada gill net ini ialah dengan cara gilled dan entangled, yang kedua-duanya ini barulah akan terjadi jika ikan tersebut menubruk atau menerobos jaring, maka harus diusahakan agar efek jaring sebagai penunjang dalam pengoperasian.
6.3.       Daerah Penangkapan
Pada umumnya yang menjadi fishing ground atau daerah penangkapan adalah daerah pantai, teluk, dan muara-muara sebagai tempat bergerombolnya ikan-ikan domersal dan ikan dasar.
6.4.       Alat Bantu Penangkapan
Alat bantu penangkapan merupakan faktor penting untuk mengumpulkan ikan pada suatu tempat yang kemudian dilakukan operasi penangkapan. Alat bantu yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan dengan menggunakan gill net adalah :
6.4.1.      Lampu / Light Fishing
Kegunaan lampu untuk alat penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian melakukan operasi penangkapan dengan menggunakan gill net. Jenis-jenis lampu yang digunakan bermacam-macam antara lain :
a.              Ancor / obor
b.             Lampu petromak / starmking
c.              Lampu listrk ( penggunaannya masih terbatas )


Faktor yang paling berpengaruh dalam penggunaan lampu adalah kekuatan cahaya lampu yang digunakan, selain itu juga ada beberapa faktor lain :
a.              Kecerahan : Jika kecerahan kecil, berarti banyak partikel-partikel dalam air maka pembiasan cahaya terserap dan akhirnya tidak menarik perhatian dari ikan yang ada disekitarnya. Jadi kecerahan menentukan kekuatan lampu.
b.             Gelombang, angin, arus : Akan mempengaruhi kedudukan lampu. Adanya faktor-fakttor itu menyebabkan kondisi sinar yang semula lurus menjadi bengkok.
c.              Sinar bulan : Pada waktu bulan purnama sukar sekali mengadakan penangkapan menggunakan lampu karena cahaya terbagi rata, sadangkan penangkapan menggunakan lampu diperlukan keadaan gelap agar cahaya lampu terbias sempurna dalam air.
6.4.2.      Payaos
Payaos merupakan rumpon laut dalam yang berperan dalam pengumpulan ikan pada tempat tertentu dan dilakukan operasi penangkapan. Payaos pelampungnya terdiri dari 60-100 batang bambu yang disusun dan diikat menjadi satu sehingga membentuk rakit (raft), selain dari bambu pelampung juga terbuat dari alumunium. Tali pemberat (tali yang menghubungkan antara pelampung dan pemberat) mencapai 1000-1500 m, terbuat dari puntalan rotan, bahan sintetik seperti polyethylene, nylon, polyester, polypropylene. Sedangkan pemberat berkisar 1000-3500 kg yang terbuat dari batu dimasukkan dalam keranjang rotan dan cor semen. Dan untuk rumbai-rumbainya digunakan daun nyiur dan bekas tali polyethylene dan ban bekas.
6.5.       Teknik Operasi
6.5.1.      Setting
Pada saat melakukan setting, kapal diarahkan ke tengah kemudian dilakukan pemasangan jaring bottom gill net oleh Anak Buah Kapal (ABK). Jaring bottom gill net dipasang tegak lurus terhadap arus sehingga nantinya akan dapat menghadang gerombolan ikan yang sebelumnya telah dipasangi rumpon, dan gerombolan ikan tertarik lalu mengumpul di sekitar rumpon maupun light fishing dan akhirnya tertangkap karena terjerat pada bagian operculum (penutup insang) atau dengan cara terpuntal.
Gambar 3. Pengoperasian alat tangkap gill net


6.5.2.      Hauling
Setelah dilakukan setting dan ikan yang telah terkumpul dirasa sudah cukup banyak, maka dilakukan holling dengan menarik jaring bottom gill net dari dasar perairan ke permukaan  ( jaring ditarik keatas kapal). Setelah semua hasil tangkap dan jaring ditarik ke atas kemudian baru dilakukan kegiatan penyortiran.



BAB III
METODE PRAKTIKUM
1.             Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 29 November 2010, dan bertempat di Pelabuhan Perikanan Samudra Indonesia Kendari.
2.             Alat dan Bahan
Ø  Alat tulis menulis untuk mencatat data-data praktek lapang
Ø  Kamera untuk dokumentasi
3.             Metode Pengambilan Data
Metode  pengambilan data yaitu dengan cara wawancara langsung dengan nelayan dan mencari literatur dari media cetak dan elektronik (internet).





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.             HASIL
Berdasarkan dari hasil wawancara pada salah seorang nelayan di pelabuhan perikanan samudra Kendari :
1.             Nama                 : Bahruddin
2.             Nama Kapal       : KM. BERKAT, GT 20 No 328/LLO
3.             Jumlah ABK      : 25 orang.
4.             Alat Tangkap     : Purse seine (Pukat Cincin)
2.             PEMBAHASAN
Alat tangkap yang di gunakan pada KM. BERKAT adalah purse seine (pukat cincin), alat tangkap ini termasuk klasifikasi jaring lingkar menurut Muchtar, 2008. Adapun konstruksi dari alat tankap ini adalah:
a.             Bagian jaring
Jaring terdiri dari 3 bagian dan ukuran yang berbeda yaitu:
1.             Jaring utama, bahan nilon 210 D/9 #1”
2.             Jaring sayap, bahan dari nilon 210 D/6 #1”
3.             Jaring kantong, #3/4”
Srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang fungsinya untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Bagian ini langsung dihubungkan dengan tali temali. Srampatan (selvedge) dipasang pada bagian atas, bawah, dan samping dengan bahan dan ukuran mata yang sama, yakni PE 380 (12, #1”). Sebanyak 20,25 dan 20 mata. Tinggi jaring ini 40 meter panjang jaring 450 meter
b.             Tali temali
Tali temali pada alat tangkap purse seine terdiri dari:
1.             Tali Pelampung.
Bahan PE Ø 10mm, panjang 500m.
2.             Tali Ris Atas.
Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 500m.
3.             Tali Ris Bawah.
Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 550m.
4.           Tali Pemberat.
Bahan PE Ø 10mm, panjang 550m.
5.           Tali Kolor Bahan.
Bahan kuralon Ø 26mm, panjang 580m.

6.           Tali Slambar
Bahan PE Ø 27mm, panjang bagian kanan 40m dan kiri 20m
c.              Pelampung
Menggunakan pelampung sebanyak ±400 buah terbuat dari bola pelastik
d.             Pemberat
Terbuat dari timah hitam sebanyak ±750 buah dipasang pada tali pemberat.
e.              Cincin
Terbuat dari besi dengan diameter lubang 11,5cm, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1m dengan jarak 3m setiap cincin. Kedalam cincin ini dilakukan tali kolor (purse line).
Dalam mengoperasikan alat tangkap pada KM. BERKAT menggunakan alat bantu rumpon. Rumpon merupakan suatu bangunan (benda) menyerupai pepohonan yang dipasang (ditanam) di suatu tempat ditengah laut. Pada prinsipnya rumpon terdiri dari empat komponen utama, yaitu : pelampung (float), tali panjang (rope) dan atraktor (pemikat) terbuat dari daun kelapa dan pemberat (sinkers / anchor)
Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 50-100 m. Setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga yang bersifat tetap tergantung pemberat yang digunakan.
Dalam praktek penggunaan rumpon yang mudah diangkat-angkat itu diatur sedemikian rupa setelah purse seine dilingkarkan, maka pada waktu menjelang akhir penangkapan, rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu penggerak (skoci, jukung, canoes)
 Pada saat pengoperasian alat tangkap ini pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu.   Hal ini biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam dimana gerombolan ikan-ikan aktif untuk naik ke permukaan laut. Daerah pengoperasian atau fishing ground KM. BERKAT yaitu disebelah Timur dari Pelabuhan Perikanan Samudra tepatnya pada daerah perairan Wawonii. Beroperasi sebanyak 15-20 kali dalam satu bulan. Hasil tangkapan dari KM. BERKAT adalah berbagai jenis Ikan-ikan pelagis.
Kapal yang digunakan adalah KM. BERKAT dengan ukuran panjang ± 20 meter, lebar ± 3 meter, dengan kedalaman ± 1 meter, bahan kayu tersebut adalah kayu bayam. Mesin kapal adalah Nissan 6 slinder  dengan kekuatan  20GT (Gross Tonage), palka kapal dengan ukuran panjang 2 meter, lebar 2 meter dan dalam 1,5 meter dengan kapasitas muatan sampai ± 1 ton. Dalam sekali pengoperasian menghabiskan bahan bakar 100-200 liter.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


1.             KESIMPULAN
Dari beragam klasifikasi alat penangkapan ikan dalam tugas praktikum ini ada beberapa jenis alat tangkap yang telah di uraikan yaitu.
a.              Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal yang dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring.
b.             Jermal adalah perangkap pasang surut (tidal trap)
c.              Trawl adalah suatu jaring kantong yang ditarik di belakang kapal ( baca : kapal dalam keadaan berjalan ) menelusuri permukaan dasar perairan.
d.             Bagan adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring persegi panjang atau bujur sangkar yang direntangkan atau dibentangkan dengan menggunakan kerangka dari batang kayu atau bambu (bingkai kantong jaring) sehingga jaring angkat membentuk kantong.
e.              Purse seine (Pukat Cincin) adalah jenis jaring penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang atau trapesium, dilengkapi dengan tali kolor yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kolor bagian bawah jaring dapat dikuncupkan sehingga gerombolan ikan terkurung di dalam jaring.
f.              Gill net (jaring insang) adalah jaring berbentuk empat persegi panjang, mata jaring berukuran sama dilengkapi dengan pelampung pada bagian atas dan pemberat pada bagian bawah jaring.  
2.             SARAN
Dari beberapa jenis alat tangkap yang lazim digunakan pada perairan Indonesia, harusnya mendapatkan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis dan ramah lingkungan agar kelangsungan ekosistem dan keanekaragaman biota laut kita tetap terjaga. Selain itu dapat pula menambah Devisa Negara di bidang Kelautan dan Perikanan.









DAFTAR PUSTAKA
Ayodyoa. 1972. Kapal Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ayodyoa, A.u. M.Sc. 1974. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Jakarta
Ayodyoa. 1975. Fishing Methods. Proyek Peningkatan / Pengembangan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ayodhyoa, A.U.1983.Metode Penangkapan Ikan. Cetakan pertama. Faperik. IPB. Bogor
Damanhuri. 1980. Diktat Fishing Ground Bagian Tehnik Penagkapan Ikan. Fakultas Periakanan. Universitas Brawijaya. Malang. 56, 57 hal.
Dickson. 1959. The Use Of Danish Seine, Modern Fishing Gear Of The World. Japan International Cooperation Agency. Tokyo
 Fisherman’s Manual.1976. Published by World Fishing. London
Fridan, A.L. 1988. Perhitungan Dalam Dalam Merancang Alat Tangkap Ikan. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang.
Klust,Gerhard. 1987. Bahan Jaring Untuk Alat Penangkap Ikan. Team Penerjemah BPPI Semarang. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang.
Martosubroto. 1987. Penyebaran Beberapa Sumber Perikanan Di Indonesia. Direktorat Bina Sumberdaya Hayati. Direktorat Jendral Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Mihata, T. 1990. Cataloque of Small Scale Fishing Gear. FAO. USA
Muhammad, S, Sumartoyo, M. Mahmudi, Sukandar dan agus Cahyono, 1997. Studi Pengembangan Paket Teknologi Alat Tangkap Jaring Dogol (Danish Seine) Dalam Rangka Pemanfaatan Sumberdaya Ikan-Ikan Demersal Di Perairan Lepas Pantai Utara Jawa Timur. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Mukhtar. 2008. http://mukhtar-api.blogspot.com/2008/09/klasifikasi-alat-penangkapan-ikan.html. Diakses pada tangggal 17 November 2010

Nomura dan Tomeyoshi, Y. Fishing Techniques (1). 1977. Japan International Cooperation Agency. Tokyo.
Subani,W. 1978. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia,jilid I. LPPL. Jakarta
Subani, W dan H.R. Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut Di Indonesia. Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.










1 komentar: